SERANG, Pilarnesia.com — Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku , agama , ras serta budaya. penduduk yang begitu banyak dan juga memiliki latar belakang budaya , agama serta suku yang berbeda-beda. Kerapkali bangsa ini di hadapkan pada satu kondisi dimana persatuan berada diujung tanduk karena adanya benturan suku, ras dan agama (SARA).
Untungnya bangsa Indonesia sudah memiliki sandaran untuk mempersatukan ragam masyarakat yang berbeda itu dalam bingkai negara kesatuan republik Indonesia. Dengan semboyan negara kita Bhinneka Tunggal Ika , bisa bersatu untuk melupakan segala perbedaan yang ada menjadi satu bangsa yang berbeda-beda namun tetap satu jua.
Salah satu ancaman persatuan bagi bangsa Indonesia adalah penerapan politik identitas yang hampir selalu terjadi manakala pemilihan umum tiba.Penerapan politik identitas di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung cukup lama setiap kali pemilu di gelar sejak tahun 1955. “Dalam kaitan ini agama islam sebagai agama mayoritas yang dianut oleh bangsa Indonesia sering dimanfaatkan sebagai identitas untuk sarana menarik simpati massa, “demikian menurut anggota MPR dari Fraksi Gerindra , H. Desmond J. MahesaSo , Minggu (26/02/23) dikediamannya yang menjadi rumah aspirasi yang beralamat di Komplek Depag Ciwaru, Cipocok, Kota Serang, Banten.
Pembahasan tentang Pancasila dan politik identitas tersebut disampaikan dalam acarap pertemuan dalam rangka sosialisasi empat pilar Pancasila yang dihadiri oleh kader partai, tokoh masyarakat dan warga masyarakat dari Kabupaten Serang yang kebetulan diundang hadir di rumah aspirasi H. Desmond J. Mahesa, SH.MH.
Dalam rangka sosialisasi ini, anggota DPR /MPR RI yang juga ketua DPD Partai Gerindra Provinsi Banten tersebut juga menyampaikan bahwa akhir-akhir ini telah terjadi banyak pergesekan antar satu golongan dengan golongan yang lain. Hal itu terjadi dikarenakan kerasnya pemahan mereka terhadap golongan mereka masing-masing dan ditambah dengan kurangnya keterbukaan mereka dalam memandang golongan yang ada diluar dari golongan mereka sendiri. Tentu hal ini sangat bertolak belakang dengan ideologi Pancasila yang kita anut sebagai dasar Negara kita.
“Ya, benar, salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia akhir-akhir ini adalah permasalahan politik idenitas. Dalam politik identitas, pertanyaan yang paling penting adalah siapa kita dan siapa mereka. Sehingga, berbagai komunitas dalam masyarakat akan merumuskan diri mereka sendiri dalam tema-tema kultural seperti kesamaan agama, bahasa, sejarah, nilai, kebiasaan dan lembaga. Jika hal tersebut dibiarkan begitu saja tentu akan berpotensi untuk menimbulkan perpecahan bangsa”, bebernya.
Kenyataan tersebut menurut wakil rakyat dari Dapil II Banten yang juga Ketua DPD Gerindra Provinsi Banten ini tentu sangat memprihatinkan sekali bagi upaya untuk membangun tatanan demokrasi yang sehat di Indonesia.
Pada bagian lain, H. Desmond J. Mahesa, SH MH, juga tida memungkiri terjadinya terjadinya pro kontra menyikapi adanya politik identitas di masyarakat Indonesia. Hal itu menurutnya menjadi suatu hal yang biasa biasa saja tergantung dari sudut mana memandangnya. “Yang bisa dinilai tidak wajar alias aneh adalah manakala ada pihak pihak yang begitu getol menyoal politik identitas tapi justru secara sadar atau tidak ikut melakoninya “, sindirnya.
Kemudian ia mencontohkan adanya para tokoh dan elite bangsa yang didukung oleh para buzzer yang sering menyerang pengamal politik identitas ikut ikutan mempraktekkannya untuk menarik simpati massa. “Menjelang pemilu tiba, biasanya mereka langsung berganti penampilannya. Bagi tokoh wanitanya, yang biasanya tidak mengenakan jilbab langsung mengamalkannya. Sementara yang laki laki memakai songkok atau gamis sebagai simbol perubahan perilakunya biar terkesan islami dan taat agama”, begitu katanya.
“Mereka juga mulai rajin mendatangi tempat tempat ibadah seperti masjid atau mushola. Tidak lupa datang ke pesantren, panti asuhan dan Lembaga Lembaga keagamaan lainnya. Untuk mengesankan bahwa dirinya identik dan sejalan dengan aspirasi target yang didatanginya. Bahkan ada diantaranya yang nekad jadi imam sholat pada hal tidak terpenuhi syarat dan rukunnya” imbuhnya.
Fenomena tersebut menurut wakil rakyat dari Dapil II Banten ini merupakan bagian dari pengamalan dari politik identitas yang selama ini konon akan dijauhinya. Tapi rupanya mereka tidak tahan untuk tidak mengamalkannya. “Apakah perilaku seperti ini boleh dikatakan sebagai orang orang munafik namanya ?” tanyanya.
Ketika menutup sambutannya, H. Desmond memberikan saran agar khususnya kepada seluruh warga bangsa bahwa Pancasila sebagai suatu dasar ideologi negara Indonesia sudah seharusnya dapat diamalkan sesuai dengan nilai nilai yang terkandung didalamnya. Bagi para elite hendaknya bisa jadi teladan untuk masyarakatnya
Diakuinya,politik identitas bisa membuat masyarakat terbelah sehingga mengancam persatuan bangsa, tetapi menurutnya ada politik lain yang perlu diwaspadai juga yaitu politik menipu identitas dan politik uang.
Dengan politik uang bisa membuat kedaulatan rakyat tersandera sehingga bisa menjadikan pemerintahan suatu negara dikendalikan oleh pemilik modal para oligarkh yang merugikan kehidupan rakyatnya.
Dalam kaitan tersebut menurutnya, baik politik identitas maupun politik uang memang berdampak kurang baik untuk upaya mengembangkan kehidupan demokrasi yang sehat bagi Indonesia.
Tetapi bagi mereka yang begitu getol mengkampanyekan anti politik identitas dan terkesan ramah terhadap praktek politik uang perlu dicurigai misi terselubungnya. “Jangan jangan ia bagian dari agen para kaum oligarkh pemilik uang yang sedang beternak penguasa untuk kepentingannya yaitu menanamkan pengaruh dan kekuasaannya dalam kehidupan politik di Indonesia” demikian H. Desmond J. Mahesa menutup uraiannya.