SERANG, Pilarnesia.com — Diakui atau tidak, setelah 77 tahun Indonesia merdeka, ternyata tujuan negara itu belum tercapai sebagaimana harapan kita bersama. Presiden dan pemerintahan boleh silih berganti tetapi cita cita untuk mewujudkan suatu masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur secara merata masih menjadi utopia belaka.
Dulu ketika orde lama berkuasa, banyak terjadi penyimpangan penyimpangan yang dilakukan oleh para pemimpin yang berkuasa di masanya. Setelah orde lama tumbang dan digantikan oleh Orde baru, penyimpangan penyimpangan serupa juga terjadi sehingga rejim itu tumbang setelah 32 tahun berkusasa. Lahirnya orde reformasi yang menggantikan pemerintahan orde baru digadang gadang bakal mampu membawa perubahan bagi perbaikan kehidupan rakyat Indonesia.
“Nyatanya lahirnya orde reformasi juga belum mampu mewujudkan cita cita pendiri bangsa. Gerakan reformasi yang dipelopori oleh mahasiswa telah dibajak oleh para pengkhianat bangsa yang membuat upaya untuk pencapaian tujuan negara menjadi terkendala untuk yang kesekian kalinya. Rakyat Indonesia nasibnya tak ubahnya seperti lepas dari mulut harimau masuk ke mulut buaya “, kata anggota MPR dari Fraksi Gerindra , H. Desmond J. Mahesa , sabtu (21/09/22) di Komplek Depag Ciwaru, Cipocok, Kota Serang, Banten.
Pertemuan dalam rangka sosialisasi empat pilar Pancasila ini dihadiri oleh kader partai, tokoh masyarakat dan warga masyarakat dari Kabupaten Serang yang kebetulan diundang hadir di rumah aspirasi H. Desmond J. Mahesa, SH.MH.
Dalam rangka sosialisasi ini, anggota DPR /MPR RI yang juga ketua DPD Partai Gerindra Provinsi Banten tersebut menyampaikan bahwa para penyelenggara negara saat ini terkesan sudah mulai kehilangan spiritnya untuk mengamalkan nilai nilai Pancasila dalam menjalankan peran dan fungsinya. Kondisi ini menurutnya tidak lepas dari adanya perubahan Undang Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen pada hal Undang Undang Dasar 1945 merupakan landasan dan pijakan dalam penyelenggaraan negara.
“Bermula dari tuntutan reformasi yang di usung oleh para mahasiswa dimana salah satu agendanya adalah amandemen UUD 1945, tetapi kenyataannya pelaksanaan agenda ini telah dimanfaatkan oleh para pengkhianat negara sebagai penumpang gelapnya.Kudeta konstitusi dengan dalih amandemen UUD 1945 itu dilakukan pada kurun waktu 1999 sampai dengan tahun 2002. Akibat kudeta konstitusi ini maka “karya agung”para pendiri bangsa Indonesia menjadi kehilangan maknanya sebagai sarana untuk mewujudkan tujua negara “ bebernya.
Kenyataan tersebut menurut wakil rakyat dari Dapil II Banten yang juga Ketua DPD Gerindra Provinsi Banten ini tergambar dari perubahan signifikan kandungan nilai nilai Pancasila yang tertuang dalam Undang Undang Dasar 1945 sebagai buah dari amandemen yang dilakukan pasca reformasi yang menggulingkan penguasa Orde Baru (Orba).
Menurut pengamatannya, perubahan yang terjadi sehingga membuat Undang Undang 1945 berubah dan akhirnya mempengaruhi spirit penyelenggaraan negara itu diantaranya:
Pertama, Menghilangkan Pancasila sebagai Identitas Konstitusi Negara. Upaya penghilangan itu dilakukan secara terselubung dengan cara menggergaji substansinya. Dalam hal ini UUD hasil Amandemen 1999-2002, memang masih mencantumkan dasar filsafat negara Pancasila pada Pembukaan UUD 1945 pada Alinea ke empatnya. Namun penjabaran dalam pasal-pasal UUD hasil Amandemen tidak mencerminkan ideologi Pancasila.
Kedua, Menghilangkan Prinsip Kedaultan Rakyat. Seperti diketahui, UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) yang asli menyatakan bahwa : “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”, yang dilanjutkan dengan Pasal 3 yang berbunyi “Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Daripada Haluan Negara”.
Ketiga, Menghapus Penjelasan UUD 1945. Karena dengan dihapusnya Penjelasan berarti berakhirnya Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945. Karena itu dengan Putusan MPR pada Rapat MPR Tahun 2002 tentang penghapusan seluruh Penjelasan, pada dasarnya adalah kudeta terselubung terhadap negara Kesatuan Republik Indonesia yang memproklamirkan kemerdekaaannya pada 17 Agustus 1945 dan menggunakan Pancasila sebagai grondslag dan staatsfundamentalnorm Pancasila.
Ke empat, Menghilangkan Sila ke-Empat Pancasila. Sila ke-4 Pancasila berbunyi; ‘Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Pemusyawaratan/Perwakilan’ yang mengandung tujuh butir penjelasan di antaranya: Di dalam musyawarah, mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.Tetapi berdasarkan hasil amandemen UUD 1945 yang baru, prinsip prinsip sila ke empat Pancasila ini menjadi sirna.
Kelima, Meninggalkan Prinsip Kesejahteraan Sosial. Penjelasan atas Pasal 33 di dalam naskah Penjelasan UUD 1945 yang asli sangat terang benderang berorientasi kepada Kesejahteraan Rakyat dan buukan sekadar mengatur Perekonomian Nasional semata. Tetapi dengan adanya amandemen UUD 1945 menghilangkan itu semua. Karena UUD hasil Amandemen 1999-2002 hanya terdiri dari Pembukaan dan Pasal-Pasal, sehingga tidak ada lagi Penjelasan Pasal 33.
Sebagai solusinya agar para penyelenggara negara kembali menggunakan semangat Pancasila sebagai dasar pijakannya dalam penyelenggaraan negara, menurut H. Desmond J, Mahesa kita musti kembali ke naskah asli, termasuk bagian penjelasannya karena penjelasan adalah bagian penting dalam UUD 1945. Karena dengan telah dibuang sehingga UUD 1945 sudah kehilangan rohnya.Setelah dikembalikan ke naskah aslinya barulah dibicarakan perubahan perubahan yang diinginkan sesuai kesepakatan bersama. Perubahan harus dilakukan secara cermat dan teliti tidak perlu tergesa gesa.
“Mari kita kembali ke sistem yang paling cocok dengan watak bangsa yang berbinneka tunggal ika, bangsa yang majemuk terdiri dari banyak kepulauan yang terpisah oleh lautan tetapi tap bersatu dibawah naungan Pancasila,” katanya.
Semua elemen bangsa ini, katanya, harus berpikir dalam sebagai negawaran yang mementingkan kepentingan bangsa dan negara bukan kepentingan diri sendiri atau kelompok tertentu saja. Karena negeri ini sebenarnya kaya-raya dengan kekayaan sumberdaya alamanya tapi sayangnya belum bisa dinikmati secara adil oleh segenap elemen anak anak bangsa.
“Jangan sampai potensi potensi kekayaan alam yang melimpah itu dijadikan lahan bancakan dari para pejabat rakus yang berkolaborasi dengan orang luar untuk merampok kekayaan alam bangsa Indonesia. Kalau ini yang terjadi maka kasihan nasib anak cucu kita yang tidak juga beranjak dari kemiskinannya meskipun sebenarnya negara kita kaya raya,” demikian H. Desmond J. Mahesa menutup uraiannya.