JAKARTA, Pilarnesia.com — Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) membatalkan rencana sertifikat tanah elektronik. Muzani menilai sertifikat tanah elektronik bisa berdampak buruk.
“Sebagai sebuah gagasan adalah hal yang menarik, namun perlu dipikirkan kembali dalam penerapannya, karena berpotensi menghadirkan kesemrawutan sosial, mengingat sertifikat tanah merupakan alat bukti dan pengakuan negara terhadap hak atas tanah, khususnya bagi masyarakat,” ujar Muzani dalam keterangan tertulis, Rabu (17/2/2021).
Muzani juga menjelaskan alasan Gerindra mendesak pemberlakuan sertifikat tanah elektronik dibatalkan. Salah satunya adalah dasar hukum berupa peraturan menteri (permen) dinilai tidak kuat.
“Selain itu apakah pendataan tanah yang dilakukan Kementerian ATR/BPN sudah lengkap, valid dan terintegrasi? Masih terlalu sering negara (dalam hal ini BPN) ‘kalah’ dalam perkara sengketa tanah di pengadilan, karena sertifikat yang dikeluarkan BPN dibatalkan,” sebut Ketua Fraksi Gerindra DPR RI ini
Seperti diketahui, Menteri ATR Sofyan Djalil telah menandatangani Permen Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik. Muzani menilai ada ketidaksesuaian judul bagian penerbitan sertifikat tanah elektronik atas tanah yang sudah terdaftar termuat dalam bagian kedua.
Menurutnya, ‘Bagian Ketiga’ tentang penggantian sertifikat seharusnya menjadi sertifikat elektronik untuk tanah yang sudah terdaftar (sesuai dengan bunyi bagian kesatu Pasal 6 ayat b).
“Ada kerawanan posisi pemilik hak dalam proses penggantian sertifikat menjadi sertifikat elektronik. Seharusnya negara (melalui Kementerian ATR/BPN) melalukan validasi dan memastikan bahwa data yang ada pada sertifikat adalah sama dengan data pada buku tanah,” papar Muzani.
“Sehingga prosesnya benar-benar hanya alih media. Gambaran masih adanya potensi perbedaan data di sertifikat yang dipegang masyarakat dengan data buku tanah yang ada di Kantor Kementrian ATR/BPN,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Muzani menganggap rencana pemberlakuan sertifikat tanah elektronik sangat rawan. Anggota Komisi II DPR RI itu menyebut rencana sertifikat tanah elektronik dapat dipahami sebagai pencabutan hak atas tanah.
“Apalagi jika dihubungkan dengan kebijakan pemberian sertifikat tanah yang akhir-akhir ini disampaikan langsung oleh Presiden, hal ini bisa menjadi kontraproduktif. Karena dalam peraturan menteri (Permen ATR Nomor 1 Tahun 2021) tersebut, dimungkinkan kepala kantor pertanahan dapat membatalkan atas sertifikat yang dikeluarkan,” tandas Muzani.
Menteri ATR Sofyan Djalil sebelumnya menyebut sertifikat tanah elektronik akan menggunakan sistem pengaman berlapis, sehingga terjamin keamanannya. Dia mengatakan sertifikat elektronik ini akan menggunakan standar yang ditetapkan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
“Kita ikut standar yang ditetapkan BSSN. Kita ikuti standar yang dikeluarkan Kominfo. Kita juga akan ISO khusus standar keselamatan IT,” kata Sofyan Djalil dalam webinar bertajuk ‘Sertifikat Tanah Elektronik, Bagaimana Penerapannya?’, Senin (8/2).