JAKARTA, Pilarnesia.com — Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara soal kembali terjeratnya salah satu menterinya dalam kasus korupsi, Minggu (6/12/2020).
Sebagaimana diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Sosial Juliari P. Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek, Minggu (6/12/2020).
Jokowi menegaskan, dirinya menghormati proses hukum yang tengah berjalan di KPK dalam pengusutan perkara ini.
“Kita menghormati proses hukum yang tengah berjalan di KPK. Perlu juga saya sampaikan, bahwa saya sudah ingatkan sejak awal kepada para menteri Kabinet Indonesia Maju, jangan korupsi!” ujar Presiden melalui keterangan pers di kanal YouTube Biro Pers Setpres pagi ini.
Kepala Negara pun mengingatkan, dirinya selama ini senantiasa mengingatkan agar seluruh pejabat untuk membangun sistem yang menutup celah terjadinya korupsi.
“Oleh sebab itu, berulang kali saya mengingatkan ke semua pejabat negara, baik itu menteri, gubernur, bupati, walikota dan semua pejabat untuk hati-hati dalam menggunakan uang dari APBD kabupaten/kota, APBD Provinsi dan APBN. Itu uang rakyat,” tuturnya.
Ia pun mengungkapkan kekecewaannya bahwa korupsi kali ini menyangkut bantuan sosial (bansos) COVID-19 yang dibutuhkan rakyat di masa pandemi.
“Apalagi ini terkait dengan bansos dalam rangka penanganan COVID dan pemulihan ekonomi nasional. Bansos itu sangat dibutuhkan oleh rakyat,” tegas mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Presiden pun memastikan, dirinya tak akan melindungi pejabat mana pun yang terlibat kasus korupsi, termasuk Juliari yang diketahui merupakan politikus PDI Perjuangan yang satu partai dengannya.
“Saya tidak akan melindungi yang terlibat korupsi. Kita semuanya percaya, KPK bekerja secara transparan, secara terbuka, bekerja dengan baik dan profesional,” tandas Jokowi.
Diberitakan, selain Juliari, KPK juga menetapkan 4 tersangka lainnya, yaitu Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, Ardian IM dan Harry Sidabuke.
Dua nama awal merupakan pejabat pembuat komitmen atau PPK di Kemensos, sedangkan 2 nama selanjutnya adalah pihak swasta sebagai vendor dari pengadaan bansos.
KPK menduga Juliari menerima jatah Rp 10 ribu dari setiap paket sembako senilai Rp 300 ribu per paketnya.
Lembaga antirasuah menduga, dari pemotongan nilai sembako ini, Juliari sudah menerima Rp 8,2 miliar dan Rp 8,8 miliar.