JAKARTA, Pilarnesia.com — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sektor transportasi dan pergudangan masih menjadi sumber kontraksi tertinggi yang menjadi pemicu RI terjerat resesi ekonomi pada kuartal III 2020. Hal ini jika dilihat berdasarkan lapangan usaha.
Kepala BPS Suhariyanto memaparkan sektor transportasi dan pergudangan pada kuartal III 2020 minus 16,7 persen. Angkanya berbanding terbalik dengan realisasi kuartal III 2019 yang tumbuh sebesar 6,66 persen.
Kendati masih minus, Suhariyanto mengklaim posisinya tetap lebih baik dibandingkan dengan kuartal II 2020. Saat itu, sektor transportasi dan pergudangan minus hingga 30,8 persen.
“Sektor transportasi kontraksinya tidak sedalam kuartal II 2020. Kalau menurut sub sektor yang alami penurunan masih dalam adalah angkutan udara,” ucap Suhariyanto dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (5/11).
Suhariyanto merinci sub sektor transportasi dan pergudangan yang tercatat minus paling parah adalah angkutan udara sebesar 63,88 persen. Lalu, angkutan rel minus 51,11 persen, pergudangan dan jasa penunjang angkutan, pos, dan kurir minus 17,57 persen, angkutan sungai danau dan penyeberangan minus 13,51 persen, angkutan laut minus 5,27 persen, serta angkutan darat minus 5,03 persen.
Lebih lanjut Suhariyanto menjelaskan lapangan usaha lainnya yang terkontraksi pada kuartal III 2020 ini adalah akomodasi dan makan minum (mamin) yang minus 11.86 persen, jasa lainnya minus 5,55 persen, jasa perusahaan minus 7,61 persen, serta pengadaan listrik dan gas minus 2,44 persen.
Lalu, industri minus 4,31 persen, perdagangan minus 5,03 persen, konstruksi minus 4,52 persen, pertambangan minus 4,28 persen, dan jasa keuangan minus 0,95 persen.
Sementara, terdapat 7 lapangan usaha yang tercatat tumbuh positif. Beberapa sektor lapangan usaha, antara lain infokom yang tumbuh 10,61 persen, pertanian tumbuh 2,15 persen, pengadaan air tumbuh 6,04 persen, jasa kesehatan tumbuh 15,33 persen, real estate tumbuh 1,98 persen, jasa pendidikan tumbuh 2,44 persen, dan administrasi pemerintahan tumbuh 1,86 persen.
“Jadi 10 sektor terkontraksi, tapi tidak sedalam kuartal II 2020, dan masih ada sektor yang tumbuh. Ada 7 sektor tumbuh positif,” tutur Suhariyanto.
Secara keseluruhan, ekonomi Indonesia minus 3,49 persen pada kuartal III 2020 secara tahunan. Dengan demikian, Indonesia resmi memasuki resesi ekonomi setelah sebelumnya pertumbuhan ekonomi juga minus 5,32 persen pada kuartal II 2020.
Sebuah negara dinyatakan mengalami resesi ekonomi jika mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi selama dua kuartal berturut-turut.