SERANG, Pilarnesia.com — Anggota MPR RI Dapil II Banten, H. Desmond J. Mahesa, SH, MH melaksanakan sosialisasi empat pilar dengan mengambil tema : “Gagasan Penguatan Pancasila Melalui RUU BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila)”. Sosialisasi ini dilakukan di Graha Budaya – KANDAKA Ciwaru, Cipocok, Kota Serang, Banten, 22 September 2020.
Acara ini dihadiri oleh sekitar 100 orang peserta yang berasal dari kader Partai Gerindra, pengurus PAC Partai Gerindra, Tokoh-tokoh masyarakat dan Anggota masyarakat yang berasal dari Kota Cilegon.
Dalam sambutannya, H. Desmond J. Mahesa menyampaikan bahwa 4 pilar kebangsaan merupakan salah satu kewajiban dari anggota DPR yang merangkap sebagai anggota MPR untuk mensosialisasikannya. Adapun Tema sosialisasi tentang : “Gagasan Penguatan Pancasila Melalui RUU BPIP” sengaja dikedepankan mengingat RUU BPIP saat ini telah menjadi salah satu RUU yang masuk Prolegnas di tahun 2020. RUU BPIP dianggap sebagai bentuk kompromi dari RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) yang mendapatkan penolakan luas dari masyarakat Indonesia.
Lahirnya BPIP itu sendiri, menurut H. Desmond J. Mahesa, SH.MH dilatarbelakangi oleh karena adanya ancaman terhadap ideologi Pancasila. Dimana dianggap terdapat ancamannya gerakan-gerakan radikal yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain. Selain itu masih ada orang yang tidak tahu nilai Pancasila sehingga tidak tahu juga bagaimana pengamalannya. Untuk mengatasi hak tersebut, dibentuklah BPIP sebagai unit yang membantu presiden terkait ideologi.
Melalui RUU BPIP, lembaga ini mau diperkuat kedudukanya karena status daripada BPIP baru diatur berdasarkan peraturan Presiden sehingga perlu diperkuat melalui Undang-undang (UU). Hal ini dimaksudkan guna penataan dan operasional penanaman ideologi Pancasila bisa berjalan lebih baik. Yaitu kembali menjadikan ideologi Pancasila menjadi ideologi dasar negara juga dalam perilaku kehidupan masyarakatnya adalah yang utama, ujar Wakil Ketua Komisi III DPR RI ini
Selain itu ada kondisi yang memprihatinkan dimana Indonesia pascareformasi, banyak dari generasi muda yang tidak mengetahui makna Pancasila. Untuk itu, kedudukan BPIP yang diatur melalui Perpres No 7 Tahun 2018 harus diperkuat sehingga semua warga negara Indonesia memahami ideologinya sebagai kristalisasi kebudayaan bangsa.
Kalau suatu lembaga didirikan dengan Peraturan Presiden bisa dibayangkan kekuatan dari lembaga itu. Terlebih kalau ditambah dengan undang-undang, maka lembaganya akan makin kuat, semakin baik. Dengan pemikiran seperti ini maka BPIP perlu diperkuat lembaganya melalui peningkatan status hukumnya menjadi berdasarkan Undang Undang bukan sekadar Peraturan Presiden
Namun upaya untuk memperkuat Pancasila melalui RUU BPIP ini menurut H. Desmond J. Mahesa perlu disikapi dengan arif dan bijaksana supaya peristiwa penolakan terhadap RUU HIP tidak kembali terulang. Karena pasca ditolaknya RUU HIP, ada indikasi penolakan serupa juga terjadi pada RUU BPIP. Disini masyarakat ada yang khawatir kalau RUU BPIP nantinya menjadi lembaga penafsir tunggal Pancasila sama halnya dengan BP7 di masa orde baru. Apalagi adanya track record dari BPIP yang kurang bagus di masyarakat dengan munculnya beberapa pernyataan dari personilnya.
“Pernah kejadian adanya pernyataan dari Ketua BPIP Prof. Yudian yang menganggap agama sebagai musuh pancasila. Ini yang membuat orang curiga dengan BPIP”, kata H. Desmond J Mahesa. Belum lagi upaya untuk mengembangkan salam pancasila, lalu mensosialisasikan Pancasila dengan metode tik tok dan sebagainya.
Oleh karena itu menurutnya gagasan untuk memperkuat Pancasila melalui RUU BPIP kiranya perlu dikaji ulang proses pembentukan Undang Undang supaya tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. Dalam hal ini menurut H. Desmond J. Mahesa penting untuk memperhatikan aspirasi masyarakat karena berlakunya suatu Undang Undang itu harus memenuhi tiga aspek yaitu aspek yuridis, filosofis dan sosiologis.
Secara sosiologis maka ketentuan perundang undangan untuk bisa berlaku efektif seyogyanya harus sejalan dengan aspirasi masyarakat. Karena hukum itu dibuat untuk kepentingan masyarakat yang akan menjadi obyeknya. Karena itu aspirasi dari mereka harus di dengar sehingga proses pembentukan UU secara partisipatif menjadi salah satu hal yang patut untuk diperhatikan bersama.
Jangan sampai terjadi seperti pembentukan RUU HIP yang akhirnya ditolak banyak pihak karena dianggap prosesnya tidak transparan dan secara substansi dianggap tidak ada urgensinya untuk dibentuknya RUU tersebut. Jangan sampai pula RUU yang dihasilkan oleh DPR bersama Pemerintah akan selalu berakhir di MK karena digugat oleh masyarakat. “Untuk itu baik prosedur maupun subtansi RUU harus menjadi perhatian kita bersama”, tegas Ketua DPD Gerindra Banten ini.