JAKARTA, Pilarnesia.com — Ancaman resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19 nyaring disuarakan oleh berbagai lembaga internasional. Indonesia tidak luput dari ancaman tersebut menyusul Singapura dan Korea Selatan. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan III 2020 akan negatif dan bakal masuk ke jurang resesi.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menuturkan, pihaknya melakukan perhitungan menggunakan moddel CGE (Computable General Equilibrium) dengan pendekatan dua skenario implikasi. Skenario sedang dan berat.
Skenario sedang adalah rancangan kebijakan penanganan wabah Covid-19 lebih dari 5 bulan dengan realisasi alokasi stimulus fiskal pemulihan ekonomi nasional (PEN) lebih besar dari 30 persen. Sedangkan, skenario berat dengan realisasi alokasi stimulus fiskal PEN lebih kecil dari 30 persen.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan I 2020 hanya 2,97 persen. “Terpangkas hampir separuh dari tahun sebelumnya dalam periode yang sama (5,07 persen, Red),” ujar Tauhid dalam rilisnya kepada Pilarnesia.com
Menilik pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang masif dilakukan per April, dia memperkirakan, perekonomian nasional triwulan II di kisaran level -3,26 (skenario sedang) hingga -3,88 persen (skenario berat). PSBB yang masif di tanah air menekan aktivitas ekonomi sejak April hingga Juni. Menggangu aktivitas perdagangan, distribusi barang dan jasa di hampir semua industri.
Indef juga melihat ancaman pertumbuhan negatif yang membayangi triwulan III. Tauhid menilai, resesi pada periode tersebut akrena persoalan ekonomi domestik lebih berat daripada faktor pengaruh dari luar negeri. Meski, akan mengalami perbaikan, namun tidak siginifikan. Masih terjerembab di zona negatif sekitar -1,3 (skenario sedang) sampai -1,75 persen (skenario berat).
“Waspada dan siap siaga memitigasi kemungkinan resesi ekonomi menjadi pilihan kebijakan yang tidak terelakkan,” terang alumnus Magister Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tersebut.
Sementara itu, pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi triwulan II lebih buruk. Presiden Joko Widodo menyampaikannya saat momen penyaluran dana bergulir untuk koperasi dalam rangka pemulihan ekonomi nasional di Istana Negara kemarin.
Dia menjelaskan, di kuartal pertama 2020 Indonesia memang mencatatkan pertumbuhan 2,97 persen. Masih positif. Meskipun turun jauh dari kuartal IV Desember 2019 yang masih di angka 5 persen. Tapi di kuartal II, Jokowi memastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terjun bebas menjadi minus. ’’Kita harus ngomong apa adanya, bisa minus 4,3 persen sampai mungkin 5 (persen),’’ ujarnya.
Dunia Lebih Sulit
Kondisi global bahkan lebih sulit. Juga lebih dinamis. Tiga bulan belakangan, Jokowi aktif berkomunikasi dengan lembaga-lembaga keuangan dunia. Mulai IMF, bank dunia, hingga OECD. Tiga bulan lalu IMF menyampaikan bahwa ekonomi global akan mencapai -2,5 persen. Setelah sebelumnya di angka positif, antara 3-3,5 persen.
Sebulan kemudian, Jokowi berkomunikasi dengan World Bank dan mendapat jawaban berbeda. Bahwa pertumbuhan ekonomi global akan berada di angka -5 persen. Terakhir, dua pekan lalu dia berkomunikasi dengan OECD dan mendapat prediksi yang lebih buruk. Pertumbuhan ekonomi global tahun ini akan di angka -6 sampai -7,6 persen.
Menurut Jokowi, itulah gambaran perekonomian dunia saat ini. ’’Setiap bulan selalu berubah-ubah, sangat dinamis, dan posisinya tidak semakin mudah tetapi semakin sulit,’’ lanjutnya. Maka, Indonesia juga harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan perekonomian nasional.
MenkoPerekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, pemerintah masih berusaha agar perekonomian triwulan III tidak minus. Meski, dia mengakui tidak ada satu negara pun yang aman dari ancaman resesi akibat Covid-19. ’’Tentu harus menjaga agar di kuartal III tidak negatif. Bahkan bisa masuk ke 0 atau positif di kuartal IV,’’ harap politikus partai Golkar itu. Hal itulah yang nanti membedakan Indonesia dengan negara-negara lain.
Salah satu yang diandalkan Indonesia untuk mengungkit perekonomian adalah relaksasi yang dilakukan kepada pelaku usaha. Misalnya restrukturisasi pada koperasi dan UMKM yang dijalankan Kementerian koperasi dan UKM.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menjelaskan, pihaknya melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) menyiapkan tiga fase program pemulihan koperasi. Fase pertama adalah restrukturisasi pinjaman para mitra LPDB. bentuknya penundaan pembayaran angsuran dan jasa selama 12 bulan. ’’Sampai saat ini telah dilakukan restrukturisasi kepada 40 mitra koperasi, sudah 100 persen,’’ terangnya.
Fasilitasnya berupa penundaan pokok angsuran pinjaman, penundaan jasa, pengurangan jasa perpanjangan waktu, dan penambahan fasilitas pinajaman atau pembiayaan. Total outstanding mencapai Rp 135,7 miliar. Selama masa penundaan pembayaran setahun itu, LPDB memberikan subsidi bunga 100 persen.
Pembiayaan Koperasi
Fase berikutnya adalah pemulihan ekonomi melalui alokasi tambahan sebesar Rp 1 triliun. Pembiayaan itu untuk koperasi dengan bunga 3 persen yang menurun. ’’Atau sekitar 1,5 persen flat per tahun untuk menjangkau sekitar 4,8 juta UMKM anggota koperasi,’’ lanjutnya.
Untuk saat ini, penyaluran pinjamannya sudah cair Rp 381,4 miliar. Rinciannya, koperasi konvensional sebanyak 13 mitra dengan nilai Rp 31,8 miliar dan koperasi syariah untuk 21 mitra senilai Rp 109 miliar.
Fase terakhir untuk pertumbuhan, disiapkan kebijakan untuk mempermudah akses pembiayaan koperasi dan UKM dnegan bunga ringan dan pendampingan. Pihaknya sudah melakukan uji coba kepada koperasi simpan pinjam dan koperasi Baitul Maal wa Tamwil. Pihaknya melihat bahwa koperasi bisa menjadi mitra pemerintah. ’’Untuk menyalurkan pembiayaan yang murah dan mudah untuk UMKM,’’ tambahnya.
Kebijakan restrukturisasi itu harus dilaksanakan secepatnya agar perekonomian Indonesia tidak ikut terimbas kondisi global. ’’Kita berharap di kuartal 3 ini kita sudah harus naik lagi. Kalau ndak, nggak ngerti saya betapa akan lebih sulit kita,’’ imbuh Jokowi.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan, berdasarkan proyeksi rencana bisnis, pertumbuhan kredit bank sekitar 3-4 persen tahun ini. “Kredit growth Mei hanya 3 persen. Anjlok dibadning Mei 2019 yang mencapai 6 persen. Angka Juni kelihatannya masih turun,” beber Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso. Meski begitu, Wimboh berharap pertumbuhan kredit akan kembali naik pada Juli.